Hai sobat salafuna, untuk edisi
tahun ini kami dewan redaksi salafuna akan menyajikan profil Nyai-nyai yang ada
pada tanah ilmu Babakan ini. Khususnya para nyai yang berada dalam naungan
pesantren Assalafie. Kalian penasarankan dengan profil pertama ini?, Baiklah.
Simak ya. Beliau mempunyai nama lengkap Nyai. Hj. Ila Mursila S.Pdi. akrab
dengan penggilan Ila di masa kecil atau Ibu Ila dan kang Ila di kalangan kita
para santri dan masyarakat. Beliau adalah anak ke-4 dari pasangan KH. Syaerozie
Abdurrohim Alm dan Nyai. Hj. Tasmi’ah Alm selaku pendiri pesantren Assalafie
yang kita cintai ini. Beliau lahir di tanaj Cirebon tepatnya pada tanggal 15
Juli 1974 M. beliau mempunyai 7 saudara: Nyai. Hj. Shurotul’aini Alm, KH. Azka
Hammam. Lc, KH. Yasyif Maemun, KH. Abdul Aziz. S.Fil, KH. Abdul Muiz. S.H, dan
DR. KH. Wawan Arwani. MA.
Ny. Hj Ilah Mursilah Syaerozie |
Ibu Ila memulai pendidikan
dasarnya di SD Babakan Ciwaringin sekitar tahun 1982. Kemudian melanjutkan
jenjang pendidikan formal tingkat SLTP di MTs Babakan Ciwaringin. Semasa
sekolag tingkat pertama, beliau tidak begitu aktif dalam kegiatan
extrakulikuler pada umumnya yang ada di sekolah. Beliau lebih banyak belajar
untuk menghabiskan waktu-waktu kosong dari pada aktif dalam kegiatan exkul.
Setelag lulus MTs pada tahun 1988 langsung mesantren di pesantren Krapyak
Yogyakarta yang pada saat itu di asuh oleh KH. Ali Maksum Alm. Selama mesantren
di Krapyak, beliau juga melanjutkan jenjang pendidikan di MA Ali Maksum dan
juga sempat aktif di kegiata Organisasi Intra Sekolah yang biasa kita sebut
dengan OSIS. Setelah puas mesantren di Krapyak selama 6 tahun. Beliau kembali
mesanten di pesantren Pandalaran selama 4 tahun yang pada saat itu di asuh oleh
KH. Mufid Mas’ud Alm. Beliau juga sempat mampir untuk menimba ilmu khusus
Al-Qur’an di pesantren Kajen Patih Jawa Tengah selama 1 tahun yang pada saat
itu di asuh oleh KH. Sahal Mahfud Alm. Kalian bisa hitung sendirikan beapa lama
veliau hidup dalam dunia pesantren?. Oh ya hampir lupa. Beliau mengenal dunia
pesantren pertama kali di pesantre Jagasatru Cirebon. Di pesantren ini beliau
tidak menjadi santri tetap pada umumnya. Hanya satu bulan ketika bulan puasa
alias santri pasaran. Tidak hanya di Jagasatru beliau ngaji pasaran, beliau
juga pernah ngaji pasaran di Banten, pesantren yang di asuh Mbah Dimyati
Pandeglang. Juga sempat menikmati ngaji pasaran di Bandar Kediri.
Selama masa pendidikan baik itu
ketika mesantren atau sekolah formal. Beliau mempunyai sebuah hobi berupa
keterampilan. Entah keterampilan apa yang beliau kuasai yang jelas kita sudah
merasakan manfaatnya tanpa kita sadari. Di kepengurusan beliau juga aktif loh.
Seorang aktifislah Ibu Ila itu. Motto hidup yang dimiliki beliau adalah “Bisa
memberikan manfaat bagi umat”. Sedangkan prinsip yang beliau pegang dalam
menjalani kehidupan yang bersifat sementara ini yaitu “Berjuang tampa pamrih”.
Pertanyaannya, seperti apa motto hidup dan prinsip yang kalian miliki?
Sebagaimana umumnya para santri
yang mempunyai hal yang disukai dan hal yang tidak di sukai entah itu menghafal ataupun belajar. Belaiu juga
mempunyai hal tersebut ketika masih menjadi seorang santri. Yang di sukai
beliau adalah “Menghafal” entah menghafal apa tapi yang jelas hafalan itu
berkaitan dengan ilmu. Bukan hafalan lagu-lagu Chiby, Smash, Slank, Oi ataupun
yang lainnya. Sedangkan yang paling tidak di sukai beliau adalah MALAS. Hayo.
Siapa di antara kalian (santri putrid Assalafiat) yang hobinya malas. Hati-hati
yo. Adapun trik khusus beliau ketika belajar atau menghafal yaitu dengan cara
‘Bangun malam dan tidak tidur setelah sholat shubuh’. Sedangkan yang kita
lakukan? Hehehe. Ayo donk semangat. Jangan kalah sama Ibu Ila. Sedangkan
kesulitan yang di hadapi beliau ketika belajar yaitu ‘susahnya adaptasi dengan
cuaca’.
Setelah puas mesantren di sana
sini. Pada tahun 1999 ahirnya beliau kembali ke Babakan tempat kelahiran
beliau. Di desa inilah beliau mengabdikan diri sepenuhnya untuk umat. Karena
beliau punya mimpi dan impian agar bisa “Mencetak anak didik (santri) menjadi
manusia yang bisa memberikan kemanfaatan bagi bersama dalam prioritas yang
semangat. Serta mempunyai anak yang sholeh”. Selang wakut antara tahun 1999
sampai 2001. Beliau harus rela melepas kedua orang tua dan kakak pertama beliau
untuk pulang ke rahmatullah. Di selang waktu itu pula pesantren kita
seolah-olah di guyur oleh hujan air mata. Seluruh santri harus rela melepas
Mama Yai dan Ibu Yai mereka. Apa lagi untuk anak-anak beliau. Terutama ibu Ila
sebagai satu-satunya perempuan yang masih tersisa di keluarga besar Alm. KH.
Syaerozie.
Di tahun berikutnya tepatnya
tahun 2002 beliau resmi menjadi istri KH. Lukman Hakim. S.Pdi. dan di amanahi 3
orang putra. Gus Andurrohim, Gus M. Agis Hakim dan Gus M. Hikami Dzikri
Al-Bukhori. Di samping kesibukan beliau mengasuh pesantren putri, beliau juga
melanjutkan study kejenjang perguruan tinggi. Tepatnya di perguruan tinggi
Al-Biruni. Kini beliau kembali merintis sebuah
pesantren putri yang di dominasi oleh anak kuliahan atau biasa kita menyebutnya
pesantren Mushaf yang merupakan percabangan dari pesantren putri Assalafiat.
Perjuangan beliau untuk umat tidak ada hentinya. Tetap semangat dan pantang
menyerah. Oh ya hampir lupa. Sebagai penutup beliau menitipkan sebuah pesan
untuk kita semua. Ibu Ila berpesan “Belajarlah yang semangat, ibadahlah yang
semangat buat bekal masa depan. Jangan bergaul (mu’asaroh) dengan orang-orang
yang malas dan tidak jujur”.
(Sumber:
Majalah Salafuna Edisi 33 Tahun 2013)
No comments:
Post a Comment