Oleh: Nyai Hj. Ana I’anah Yasyif*
Manusia adalah
makhluk sosial yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup hanya dengan
sendirinya, melainkan harus ada peran orang lain agar kebutuhan hidup itu
terpenuhi. Hal ini didasarkan pada ketentuan Allah Swt yang menciptakan manusia
dengan dasar ikhtilaf (perbedaan) dan beragam. Allah Swt menciptakan
makhluknya berlawanan dan berpasang-pasangan baik jenis maupun sifatnya.
![]() |
Kaum Perempuan berkecimpung dalam dunia kerja |
Dengan dasar itulah manusia sangat
dianjurkan untuk berusaha menemukan keselarasan antara satu dengan lainnya,
saling kerjasama dan mutual simbiosis. Salah satunya dengan berkiprah dalam
bidang kewirausahaan agar terbentuk relasi ekonomi antar sesama yang sepadan
dan stabil. Allah Swt berfirman dalam Al Qur’an :
إنّ الله لا يغيّر ما بقوم حتّى يغيّروا ما بأنفسهم
“Allah Swt tidak
akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka sendiri yang mengubah
keadaannya”. (Qs. Ar Ra’d : 11)
Ayat ini menjelaskan bahwa manusia
dianjurkan untuk selalu berusaha dalam menggapai tujuan, tidak boleh berpangku
tangan. Derajat seseorang itu tergantung seberapa besar usahanya.
Ketika usahanya biasa-biasa saja,
maka hasilnya pun akan biasa-biasa saja. Begitu pula sebaliknya. Tidak ada
sejarah yang mengatakan bahwa orang yang hidupnya hanya untuk bermalas malasan
akan memperoleh sebuah kesuksesan dan derajat yang tinggi.
Mengenai topik kewirausahaan, ada 3
(tiga) hal penting yang harus ditanamkan pada diri seorang pewirausaha atau
dalam istilah lain Entrepreneur dari kalangan kaum sarungan (santri),
yaitu:
Pertama,
seorang pewirausaha harus memiliki rasa sabar dalam
mengelola usahanya. Selama ini banyak pewirausaha yang gagal faham akan makna
dari sabar. Misalnya, ketika seseorang berjualan selama satu minggu, dan selama
itu pula jualannya tidak laku. Kemudian keesokan harinya orang tersebut
berhenti berjualan dikarenakan sepi pembeli. Hal seperti inilah yang harus
dihindari, karena dapat menyebabkan kita gagal dalam mengembangkan wirausaha
itu sendiri.
Kedua, seorang pewirausaha harus melakukan ikhtiar atau usaha yang
maksimal untuk mengembangkan usahanya agar tidak stagnan. Dalam arti, seorang
pewirausaha harus memiliki kreativitas dan keuletan yang mumpuni, tidak boleh
berhenti dalam inovasi, semakin ulet dan kreatif maka semakin memperbesar
peluang untuk sukses dalam wirausaha.
Ketiga, Setelah melakukan usaha dan kerja keras, sebagai seorang
muslim sudah seharusnya kita menyerahkan segala urusan kita kepada Allah Swt.
Dengan bertawakkal dan berdo’a agar usaha yang sedang dijalani dapat berjalan
lancar dan meraih hasil yang memuaskan, sebagaimana bacaan ikrar yang dibaca
setiap kita sholat yakni :
ﺇنّ صلاتي ﻭنسكي ﻭمحياي ومماتي للّه رب العالمين
“Sesungguhnya
sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya milik Allah Swt Tuhan semesta alam”.
Khusus bagi para santri yang masih
muqim di pondok pesantren, saya berpesan agar tetap fokus belajar dan
memperhatikan niat dalam menuntut ilmu. Santri di pondok pesantren tidak boleh
terburu-buru berkecimpung di dunia bisnis, jangan sampai kita memasuki arena
pertandingan sebelum adanya bekal dan persiapan.
Bagi para santri yang masih tinggal
di pesantren cukup dengan menyiapkan mental dan kreativitas kalian sebelum
berkiprah di tengah masyarakat. Karena masa-masa sekarang buat para santri
adalah masa pendidikan.
Jangan khawatir ketika pulang akan
menjadi apa ?!, para santri harus yakin bahwa dengan fokus mengaji dan belajar
di pondok pesantren, Allah Swt akan memberikan derajat yang tinggi dan
melapangkan rizki bagi kita sekarang dan di kemudian waktu. Karena Allah Swt
berjanji dalam firman-Nya :
يرفع
الله الّذين آمنوامنكم والّذين اوتوا العلم درجات
“Allah akan
mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang memiliki ilmu
pada beberapa derajat”. (Qs. Al
Mujadilah : 11)
Dengan ilmu yang dimiliki, tentunya
ilmu yang bermanfaat, maka seseorang akan mampu mengendalikan hawa nafsunya,
akan mampu membawa dirinya ke jalan yang benar dan keadaan yang lebih baik,
dalam hal dunawi maupun ukhrowi.
Akan tetapi ada beberapa dari
kalangan alumni pondok pesantren secara khusus atau masyarakat secara umum yang
hidupnya menjadi pengangguran, hidup serba kekurangan. Hal ini bisa jadi
disebabkan oleh lemahnya tekad, kurangnya kesiapan mental, malas dan tidak
adanya kreativas. Hal-hal seperti inilah yang menjadikan siapapun – baik santri
maupun non santri – yang akan menjadikan hidupnya tidak mandiri dan menemukan
kesulitan secara ekonomi.
Maka kita sebagai kalangan
pesantren, para santri dan alumni pesantren harus menjadi orang yang tekun,
kretaif, aktif dan selalu siap dalam kondisi apapun. Orang yang siap menghadapi
dan mengatasi berbagai problematika yang datang silih berganti, sehingga kita
menjadi apa yang telah ditegaskan dalam Al Qur’an “kalian adalah sebaik-baik
umat yang ada di muka bumi”. Wallahu A’lam.
*Penulis
adalah anggota Dewan Keluarga Madrasah Al Hikamus Salafiyah Putri (MHSP),
Pengasuh asrama putri Assalafiat III.
(Sumber Majalah Salafuna
Edisi 46 Januari 2017 )
No comments:
Post a Comment