Profil Nyai Hj. Surotul ‘Aeni Syaerozie (Putri Pertama Muasis Assalafie) - Blog Nusa Televisi

Inspirasi Anak Bangsa

Artikel Terbaru Kami

Saturday, 13 January 2018

Profil Nyai Hj. Surotul ‘Aeni Syaerozie (Putri Pertama Muasis Assalafie)




Kala itu raut wajah KH. Syaerozie tak seperti biasanya, beliau terlihat  sangat gelisah, penuh kepucatan dan kegundahan yang tiada terkira. Namun beberapa saat kemudian keresahan beliau akhirnya meredup dan hilang seketika dikala tangis sang bayi menguapkan semua kecemasan yang ada. seorang bayi perempuan telah lahir ke alam dunia dengan membawa fitrah suci seorang insan. Lantunan rasa syukur keluar dari lisan beliau bak iringan tasbih yang menggetarkan bumi para nabi.
 Suratul A’eni, itulah nama yang diberikan KH. Syaerozie, anak pertama sekaligus putri pertamanya bersama Nyai HJ. Tasmi’ah. A’eni kecil dibesarkan dan dididik langsung oleh KH. Syaerozie dan Nyai Hj. Tasmi’ah, Beliau juga diajarkan ilmu-ilmu agama oleh ayah dan ibunya secara langsung. 
Ny. Hj. Suratul Aeni

Masa kecil Beliau yang hidup ditengah-tengah lingkungan pesantren, membuat karakter dan kepribadian Islami beliau semakin mantap. Hal ini dibuktikan setelah Beliau tumbuh dewasa dalam artian masa remaja, Beliau langsung mondok dan tidak pernah mengenyam pendidikan yang berbasis  formal.
Selama masa pengasingan Beliau di dunia pesantren, beliau tidak membedakan mana ilmu yang harus di pelajari terlebih dahulu dan mana yang belakangan. Semuanya beliau pelajari tanpa adanya perbedaan.
Beliau juga tidak menetap dalam satu pondok pesantren saja, banyak yang Beliau singgahi. Pondok pesantren yang pertama kali Beliau datangi adalah Pondok Pesantren Al-Badi’yah Kajen Pati Jawa Tengah di bawah asuhan  Almarhum KH. MA. Sahal Mahfudz Rois Syuriah PBNU. Disana beliau menamatkan pendidikan madrasahnya dari tingkat Tsanawiyah hingga Aliyah.
Merasa kurang puas dengan hasil yang di dapat di pesantren tersebut. Beliau kembali melanjutkan nyantrinya di Daerah Yogyakarta, setelah merasa cukup dikota ‘Gudeg’ini, beliau melanjutkan pendidikan terakhirnya di Kediri, Jawa Timur. Kalian bisa membayangkan bukan, berapa tahun kehidupan yang Beliau habiskan di penjara suci demi mengkaji pecahan kitab Suci dari Mukjizat Nabi kita yang suci.
            Setelah mesantren di sana sini. Tepatnya pada tahun 1996, beliau melepas masa lajangnya dengan di peristri oleh KH. Ahmad Mufid Dahlan yang berasal dari daerah Purworejo Jawa Tengah. Setelah menikah, Beliau di karuniai empat orang anak. Anak pertama bernama Arina Falabibah, Matinatul ‘Azma, Samhatina Sholehah dan satu-satunya anak laki-laki bernama Muhammad Abdurahim atau yang kita kenal sekarang dengan panggilan Acung Muham yang di asuh oleh KH. Lukman Hakim dan Nyai Hj. Ila Mursila Syaerozie.
Dalam kesehariannya Beliau dikenal sebagai pribadi yang sangat rajin dan selalu beristiqomah membaca Al-Qur’an, kebiasaan itu Beliau dapatkan dari ibundanya, Nyai HJ. Tasmi’ah. Bahkan beliau sangat meneladani semua tingkah laku ibundanya itu, Beliau pun secara emosional sangat dekat di bandingkan dengan putra putri KH. Syaerozie yang lain. Kedekatan itu tidak hanya tentang haliyah keduniawian saja bahkan keukhrowian sudah menjadi makanan pokok bagi Beliau.
Sosok Nyai HJ. Surotul ‘Aeni dikenal disemua lapisan masyarakat, Beliau sangat dikagumi karena akhlaknya, cara berpakainnya, Beliau juga sangat menghormati keluarga ataupun para tamu yang hadir dalam rumahnya. Selain itu, Nyai Hj. Surotul ‘Aeni juga dikenal  sangat aktif dalam mengajar di MHSP, mengajar Al-Qur’an dan Juz ‘Ama serta  kitab kuning untuk para santri.
Ada satu hal unik yang sangat melekat pada Beliau, yakni tentang tata cara berpakainnya. Fashion Beliau itu selalu berkiblat pada neneknya yakni ibunda HJ. Sholehah(Istri KH. Abdul Hanan) Diceritakan bahwa ibunda H. Sholehah suka berias diri, dan suka memperhatikan kerapian pakaian yang ia gunakan.
          Menurut kesaksian KH. Ahmad Mufid Dahlan,  selama hidup bersama beliau, jarang sekali pertengkaran keluarga itu terjadi bisa di bilang kehidupan rumah tangga keduanya sangat harmonis. Ia dinilai baik dimata suami, anak serta keluarga. Masih menurut KH. Ahmad Mufid Dahlan, sangat sulit menemukan kekurangan yang ada dalam dirinya, karena menurut Beliau ibunda HJ. Surotul ‘Aeni seperti Khodijah baginya.
Hidup didunia memang tidak abadi, begitu pula apa yang dirasakan pasangan KH. Ahmad Mufid Dahlan beserta Nyai HJ. Surotul ‘Aeni. Setelah meninggalnya KH. Syaerozie dan Nyai HJ. Tasmiáh, selang beberapa waktu kemudian beliau menyusul ibunya. Sempat pula beliau   mengasuh Pondok Pesantren Assalafiat tapi tak lama.
Karakter dan kepribadian Beliau akan selalu menjadi suri tauladan para santri di kala itu hingga sekarang. Kegigihan Beliau dalam mengajarkan sendi-sendi Islam akan selalu melahirkan generasi-generasi penerus perjuangan Islam.
Mungkin ini lah yang dapat kami jabarkan tentang sekilas pandang dari sosok Nyai Hj. Surotul A’ani selaku pengasuh Pondok Pesantren Putri Assalafiat generasi kedua setelah wafatnya Nyai Hj. Tasmi’ah. Janganlah kita melupakan sejarah karena hal itu akan mengingatkan kita betapa pentingnya sebuah perjuangan dalam meraih sebuah impian.

           *(Sumber Majalah Salafuna Edisi 39 tahun 2015 dari wawancara langsung dengan KH. Ahmad Mufid Dahllan, suami Almarhumah  Nyai Hj. Surotul A’eni Syaerozie)




No comments:

Post a Comment

Pages